“ Cepat selesaikan salatmu!masih banyak kewajiban yang harus
segera kau kerjakan!.” Seru hati besarku.
“
Tunggu dulu. Khusyu’kanlah salatmu. Jangan tergesa-gesa. Ingat Allah. Andai
saja kau memang salat berjamaah dan kau menjadi imam maka sunnah bagimu untuk
sedikit mempercepat salatmu. Karena diantara makmummu ada yang ingin segera
memenuhi hajatnya. Tapi kali ini kau salat sendirian. Jangan kau biarkan
sedetikpun tanpa mengingat-Nya.” Hati kecil mencoba menenangkan salatku.
“
Jangan dengarkan dia. Bukankah sudah setiap hari kau salat.? Ada banyak tugas,
tanggung jawab dan pekerjaan yang harus segera kau selesaikan diluar salat. Itu
yang harus kau pikirkan. Cepatlah!”
“
Jangan terburu-buru. Masih ada banyak waktu untuk memikirkan itu semua. Paling
lama salat khusyu’ juga sepuluh menit.”
Hah,
aku sampai lupa pada bilangan raka’at salatku. Sudah berapa rakaatkah aku
salat.? Ini gara-gara mereka yang selalu berdebat dengan pendapat mereka
masing-masing. Anehnya lagi aku selalu mendengar ribut perdebatan mereka.
Padahal aku sudah menutup rapat-rapat telingaku ini. Apa kalian mendengarnya.?
Kembali
ku khusyu’kan salatku. Setelah sebelumnya aku tergoda akan was-was yang
ditiupkan syaitan lewat hati besarku. Lebih dari separo salatku sudah dikuasainya.
Kupalingkan kepalaku kekanan dan kekiri mengucap salam. Kulantunkan dzikir
memohon ampun pada-Nya.
“
Sudah! Jangan terlalu lama. Lihat handphonemu. Ada banyak sms masuk. Segera
buka!.” Hati besarku berbisik lagi.
“Astaghfirullahal’adzim,
astaghfirullahal’adzim.” Hati kecilku menuntunku untuk mengucap istighfar.
Tak
terasa mulutku bergerak dengan sendirinya, mengikuti tuntuna suara hati
kecilku.
“ Hey,
buka handphonemu! Bukalah, ada banyak sms yang menumpuk di inboxmu.” Hati
besarku berteriak.
Seketika mulutku berhenti. Dengan
refleks, tanganku menyambar handphone yang kuletakkan diatas meja dipojok
ruangan.
“
Kawan.! Sudahlah, paling juga sms dari teman-temanmu yang mengucapkan selamat
malam.” Hati kecilku berkata lagi.
“
Diam kau. Lancang sekali kau sedari tadi selalu melawan apa kataku.” Teriak
hati besarku mengancam si hati kecil.
Aku
merasa iba mendengar itu. Kasihan sekali hati kecilku. Jarang sekali aku
menurutinya. Aku juga jarang membelanya. Bahkan bisa dibilang aku tak pernah membela
sepenuhnya. Disetiap harinya aku hanya mendengar perdebatan dan peperangan
diantara mereka. Dan tanpa kusadari, begitu sering aku membela hati besarku dan
ikut menyakiti hati kecilku.. apa kata hati besarku selalu aku iyakan.
Aku
terduduk. Sekarang aku akan mencoba benar-benar mendengarkan dan memahami apa
yang akan mereka perdebatkan hari ini.
“
Kawan. Belalah aku.sudah kecil, lemah, masih saja kau tak pernah bersungguh
dalam membelaku. Aku masih selalu saja
kau kalahkan dengan hati besarmu. Tak pernahkah sepintas dibenakmu terbesit
untuk membelaku.?” Hati kecilku mulai berbicara.
“ Ketahuilah, hati besar telah banyak
merugikanmu. Menyia-nyiakan sekian juta detik kehidupanmu. Waktumu terbuang
sia-sia karena menurutinya. Andai saja kau lebih banyak mendengarkanku,
menuruti apa yang aku katakan. Mungkin
banyak sudah mimpimu yang telah kau raih. Ada banyak keburukan yang menunggangi
hati besar. Tapi tidak dengan aku. Aku benar-benar murni dari apa yang
menungganginya. Keburukan takkan mampu menguasai kemurnian ilhamNya lewat
diriku.”
“ Dan mengertilah, Tuhan
menciptakanku lemah pada bagian hatimu. Banyak bagian yang dikuasai hati besar
pada hatimu. Aku bisa mengalahkannya dengan kekuatan tekadmu. Bahkan, aku bisa
saja membunuhnya dengan kesungguhanmu membelaku. Biar dia tak lagi meracuni
hidupmu. Sekali lagi, mengertilah!, lebih dari separo dari hati besar telah
dikuasai nafsu duniawimu.”
Aku tak bisa menghentikan hati
kecilku yang terus saja nyerocos. Ia sudah muak, benar-benar muak dengan
sikapku yang tak pernah besungguh-sungguh membelanya.
“ Jangan dengarkan dia kawan. Tapi
dengarkanlah aku. Bukankah banyak sudah kesuksesan yang kau raih bersumber dari
ide ide brilianku. Banyak kesenangan kesenangan yang kau peroleh berkat diriku.
Hati kecilmu berdusta tentang kemurnian dirinya. Banyak tempat yang Tuhan
ciptakan untukku dihatimu sudahlah cukup menjadi bukti bahwa akulah yang
diciptakan Tuhan untuk membimbing umat manusia.” Bela hati besarku.
Sudah sudah! Cukup!. Aku tak tahan
mendengar perdebatan kalian. Apa setiap harinya aku harus selalu merasakan
peperangan dalam jiwaku.? Aku muakdengan ini semua. Aku benci dengan pilihan
yang selalu kalian tawarkan disetiap langkahku. Biarkan aku memilih pilihanku
sendiri. Aku tak butuh kalian.
“ Tidak bisa kawan. Hati diciptakan
untuk membimbing umat manusia. Hati adalah indera batin yang paling peka. Hati
diciptakan tuk menyebarkan kedamaian dimuka bumi. Kasih sayang, cinta juga
ketenangan adalah berasal dxari hati. Hatilah yang membuatmumerasakan cinta.
Mencinta juga dicintai. Kau takkan mampu memilih tanpa hatimu.”
“ Benar , itu benar!.” Timpal hati
besarku.
Baru kali ini kudengar mereka
sependapat.
Tidak, aku masih punya akal pikir.
Aku juga masih punya nalar untuk enentukan pilihanku. Langkahku takkan berhenti
tanpa kalian.
“Benar, kau memang mempunyai akal.
Kau juga mempunyai nalar. Tapi, akal yang bersih, nalar yang jernih juga
bersumber dari hati yang bersih. Karena itu , dengarkan apa kataku. Akulah hati
yang benar benar bersih lagi jernih tanpa nafsu yang yang dikendalikan
syaithan. Kendaliku adalah kendali illahiyah. Nur-Nya lah yang menyinariku.
Nafsu takkan mampu menguasaiku.” Bisik hati kecilku lembut.
“ Ow, tidak bisa! Hati besarlah
yang berkuasa lagi menguasai. Hati besarlah yang selalu mengatur otak umat
manusia. Akulah yang akan dimenangkan sekian banyak manusia.hati besar yang
akan selalu menang. Akulah yang menang. Ha ha ha!.” Hati besarku tertawa
menyombongi hati kecilku.
“ Apapun yang terjadi, dengarkanlah
hati kecilmu kawan. Aku selalu mengatakan yang benar lagi hak.semua yang
kukatakan adalah sudah berada dalam ketentuan Allah. Akulah yang selalu
memberimu peringatan dikala kau di ambang batas.hati besarlah yang justru akan
mendorongmu kejurang kenistaan.”
“ Namun, jika benar kau takkan mendengarkanku
lagi, tak ada lagi kesungguhanmu untukku. Mungkin saja, aku akan mati kelelahan
mengingatkanmu. Aku takkan lagi memberi cahaya yang bersumber dari nur-Nya. Tak
lagi memberi solusi solusi illahiyah dalam hidupmu.”
“ Dari pada kau mendengarkan dia.
Lebih baik kau tidur kawan. Kau lelah bukan.?” Hati besarku tiba tiba memotong
perkataan hati kecilku.
Benar, aku lelah. Maaf hati
kecilku, aku harus tidur. Aku berjanji besok akan kudengarkan semua keluhmu.
Namun, setelahnya aku tak pernah
lagi mendengarkan suara hati kecilku. Yang kudengar hanya hati besarku yang
berkoar koar disetiap harinya menguasai pikiranku.kini aku tak tau kemana
hilangnya hati kecilku. Setiap hariku hanyalah kebatilan yang kulakukan. Hati
kecilku benar. Tapi kemana dia? Apa dia sudah benar benar mati.? Hati kecilku
telah mati.
Begitulah, bukan hanya pada diriku.
Hal ini, peperangan dua hati selalu terjadi pada setiap individu umat manusia.
Dan disetiap peperangan pasti ada yang menang. Hati besar akan menang pada jiwa
jiwa yang lemah. Begitu juga, hati kecil akan berkuasa pada jiwa jiwa yang kuat
memerangi nafsunya.
Oleh:
Samarkand.
0 komentar:
Posting Komentar