Nerima




--Sebuah nasihat buat kekasih
Ambil beberapa langkah mundur ke belakang, yang disitu kita bisa temukan satu titik atau satu kotak yang mengurung kita dalam satu lingkar atau ruang kesadaran. Bahwasanya, semua, apapun itu, yang berwujud, tak akan ada, sekali lagi, tak akan ada yang bisa dibilang sempurna. Tentang hal ini, harus kita terima betul dalam kesadaran yang penuh dan utuh.
                Ini, itu, aku, dia, kamu, kita mereka, semua, tak akan pernah ada yang bisa mencapai satu titik yang namanya sempurna. Seperti dalam ilmu kimia, min dan plus jika disatukan justru mampu menghasilkan daya energi yang berguna. Kekurangan yang kita miliki dan kelebihan yang orang lain punya, atau sebaliknya, justru akan menjadi ‘sesuatu’ jika dikombinasikan dengan betul. Artinya, kita harus bisa dan mampu mencoba menghargai dan menerima orang lain dengan sadar. Tentang apapun itu. Tentang pemikirannya, sikapnya, bahkan sampai pada hal paling pribadinya sekalipun. Ambillah misal, dalam suatu hubungan, entah kekasih, teman, keluarga. Memang perkara yang seperti ini bukan hal mudah untuk kita melakukannya. Menghargai orang lain, menerimanya. Menerima masa lalunya, menerima hal yang memalukan darinya, menerima hal membosankan darinya, menerima hal yang paling menyebalkan buat kita darinya memang tidak mudah. Tapi, bukannya semua orang memiliki masa lalu? Bukankah semua orang memiliki hal yang membosankan pada dirinya? Hal paling menyebalkan buat kita? Ya, semua orang juga punya. Hal ini bukan hal yang langka yang hanya kita yang merasakannya. Semua orang juga merasakan hal menyebalkan dari orang sekitarnya. Jadi, jika karena hal ini lalu kita beranjak merenggangkan hubungan, justru ini akan membuat hatikita semakin tidak nyaman. Katanya, ini dinamakan ‘sakit hati’. Sakit hati ini jika kita biarkan terus bersarang di dada juga akan memepengaruhi kesehatan fisik kita lo.
                Segera temukan masalahnya, dan lalu obati. Biarkan si dia, orang yang menyakiti hati kita, berika penjelasan tentang dirinya. Berterus terang saja dengan apa yang kita rasakan. Tentang apa darinya yang membuat hati kita sakit. Jangan malah tutup mulut, ditanya kenapa malah tak menjawab. Orang ini sudah bertanya ‘kenapa?’ sudah cukup membuktikan bahwa dia sudah memiliki cukup rasa peka bawa kita tidak merasa enak karenanya. Ungkapkan! Biar dia mengerti, menyadari dan kemudian syukur jika dia mau berbenah diri. Jangan suka memelihara yang namanya sakit hati ini. Kita sakit hati pada siapa ya ungkapkan saja karena apa sakit hati kita kepada orang yang membuat hati kita sakit. Ceritakan padanya, bahwa kita sakit hati padanya karena dia bla bla bla... lalu beri dia kesempatan untuk menjelaskan. Untung-untung, jika dia menyadari dan berbaik diri. Yang penting bisa plong! Sesak di dada ya bisa plong alias lega ya hanya dengan di ungkapkan langsung kepada siapa yang membuat dada kita sesak tadi
“ Sebenarnya, tak pernah ada alasan kita untuk membenci sesama. Sampai kita sendiri yang mendatangkan alasan tersebut.”

Angkot Ngebul




“Lha wong bumi pertiwi ini sudah terlanjur rusak parah e... kok ya kita yang disuruh ndandani...piye ta Eyang Guru ini.” Sardun tiba-tibangedumel sendiri.Sembari ngeloyormeninggalkan empat temannya yang masih kelelahan,leha-leha di bawah pohon trembesi yang nancep mentep di pinggiran jalan. Sardunmbesengut.
Mereka, ‘Pandawa Lima’nya, eh maksudnya ‘Pendagel Lima’nya Negeri Gang Pojok Sini setelah beberapa hari yang lalu dititah untuk mengurusibumi pertiwi oleh Eyang Bhatara Guru, Guru Spritual mereka di Negeri ‘GPS’, baru sadarkan diri setelah semaput beberapa waktu.Karena ternyata tubuh mereka perlu adaptasi dengan bumi pertiwi. Dan itu butuh waktu yang demikian lama. Sampai beberapa hari.  Negeri ‘GPS’ dan bumi pertiwi jelas jauh berbeda. Mereka lain dimensi namun satu ruang. Sama-sama di Nusantara.
“Ngasih tugas kok ya ndandani negara rusak...”
Song yang masihnyelempitinbatang rumput di sela-sela giginyamanggut-manggut manut.Setuju dengan asal njeplaknya Sardun barusan.
“Setuju aku Dun sama kamu.” Song angkat kaki. Eh salah ding... Angkat bicara maksudnya.
“Rumput ini...” Song sambil memandang-mandang dalam rumput yang sejak tadi nyelempitdi sela-sela giginya, “...kalau tak rasa-rasain, nggak seenak rumput di tanah air kita, Negeri Gang Pojok Sini. Rasanya itu nggak manis, tapi pait!” Song membanting keras rumput yang di pegangnya sejak tadi. Eksennya mirip bintang-bintang film laga saat melepas kemarahannya.
“Ya begitu itu kalau polusi sudah rata... sampai rumput ya melu-melu pait. Wong rakyatnya senang bukan main kok ngoleksi mobil.Akhirnya ya mbeludak bukan main polusi dari mobil-mobil itu. Angkutan umum jadi sepi penumpang. Orang-orang sudah pada suka naik kendaraan sendiri-sendiri.Opo’o se kok nggak senang kumpul satu kendaraan sama orang lain” Kenyut nimbrung.
Sardun yang tak jadi ngeloyor sejak Song ikut bicara diam-diam mulai merapatkan alisnya. Sedang Upil  masih sambil rebahan memandangi daun-daun pohon yang menjaganya dari sengat.  Ningrat, seperti biasanya, sambil ‘am em am em’ manggut-manggut takzim. Sok mudeng.
“Anu... itu ya, kalau menurutku, pemerintah kurang serius menggalakkan penertiban pembatasan kendaraan pribadi.” Ningrat nyela-nyelani. Eh lah dalah, mudeng ternyata si Ningrat ini.
“Halah, kurang apanya? Nggak serius malah. Atau jangan-jangan emang nggak niat ngurusi yang beginian.” Sardun mulai esmosi kalau sudah bicara masalah tindak-tanduk pemerintah.
“Emmm... begitu ya.” Upil mulai tertarik. Sambil ngutak-ngatik tablet Upil niat browsing buka twitter. Tablet yang moro-moro ada di tas Upil tak lain adalah sangudari Eyang Guru yang tahu betul Upil demen bukan main dengan internet.Belum juga sempat  login Upil tertarik mengakses berita yang lumayan menarik. “Lha ini...” Upil menunjukkan tabletnya, “mobil-mobil sekaranglho semakin hari semakin murah saja... semakin mudah dijangkau masyarakat.”
“Halah berita basi itu.” Ujug-ujug Sardun memotong penjelasan Upil. “Anehnya kalangan pemerintah kok banyak yang setuju mobil-mobil murah macam begitu masuk Negeri. Katanya biar perekonomian negeri semakin maju. Taik opo!Bukannya aku nggak senang kalau orang negeri ini punya mobil semua. Tapi kan ya...
Lho bener itu Dun. Kan makin banyak yang punya mobil makin banyak pemasukan negeri hasil daribbm yang dibeli sama pemilik mobil. Bener itu.”Gantian. Tadi Sardun yang memotong Upil bicara. Sekarang Ningrat yang medot Sardun ngomong.
“Lah, kowe iki kok ya seneng ngeyel... terus masalah angkutan umum yang sepi tadi kamu taruh di utekmu yang sebelah mana kok nggak mbok pikir?Mbokkira angkutan umum itu juga bukan termasuk penghasilan negeri?”
Ningrat mengkerut, kena sekak.
“Hem...” sambil mecucu Upil mbukak perkoro. “katanya biar bisa menyejahterakan rakyat yang belum punya mobil ya? Tapi nyatanya yang beli orang-orang berduit semua. Sumbernya bisa dipercaya ini.” Upil ngelungnetablet ke Sardun.Sardun ngemat-ngematke.
“Nah itu. Benar jareku kan? Orang-orang sekarang senangnya bukan main ngoleksi mobil.” Kenyut jadi merasa paling benar.
“Padahal itu satu keluarga ya?” Song nyergah.
Lha iya.”
“Lama-lama nanti ada yang jual pesawat murah. Setiap keluarga yang punya uang banyak bisa memiliki pesawat pribadi satu”
Lha ya itu lho, mestinya satu keluarga cukup beli satu mobil saja. Mestinya pemerintah bikin peraturan macam begini ini.” Song nambahi.
He’eh.” Ningrat sudah berani angkat tangan... eh salah ding. Angkat bicara maksudnya.
“Anaknya sendiri, bapaknya sendiri, ibunya sendiri, embahnya sendiri. Satu keluarga pegang mobil satu-satu.” Upil nyusul. “Kebek polusi negara ini jadinya.”
“Anak-anak sekolah ya sekarang kalau berangkat bawa mobil. Guayane.” Song nututi.
“Ya jadinya nabrak-nabrak itu. Kayak anak siapa itu? Ahmad Dhan Dhan sopo itu? Ah, Mbuhlah Ahmad Dhancuk  paling.” Sardun mulai mencak-mencak.
“Hush, lambemu!”
“Lha emang tenan itu. Punya anak cilik segitu kok dibiarkan bawa mobil sendiri. Jadinya ya nabrak-nabrak sampai mateni orang banyak kayak gitu...” Sardun bela diri.“Hah, embuhlah!
“Karuan jalan kaki. Selain sehat juga kita bisa nyoposedulur yang kebetulan ketemu dijalan. Jadi ini...” Song nepuk-nepuk dadanya. “Ego dari setiap kita bisa sedikit terkurangi dengan saling sapa.” Song mendadak metuek.
“Emm, iya-iya. Betul itu.Peran pemerintah sebagai pengendali bebasnya mobil-mobil murah seperti itu juga memang sangat perlu.” Ningrat berhenti sebentar. Seperti mikir ‘apa ada yang salah dengan omonganku?’ “Eh, maksudku bukan mobilnyading yang dibatasi. Tapi setiap satu keluarganya yang perlu dibatasi kepemilikan mobilnya dalam batas seperlunya, secukupnya. Biar mobil-mobil itu merata dan nggak terlalu mbeludak.”
Sejurus Sardun memandang serius ke arah Ningrat. Lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Ningrat. Ningrat ragu-ragu. “Cerdas!” Sardun memuji. Ningrat cengegesan.
“Selain itu, menurutku pemerintah juga harus serius nangani masalah angkutan atau transportasi umum yang masih banyakjauh di bawah standar kelayakan. Biar masyarakatnya nggak aras-arasen kalau mau naik transportsi umum.” Kenyut nambahi.
Ngeten.” sambil mengacungkan jempol Upil buru-buru merespon.
Sardun mulai cengengesan. Ia  mulai membayangkan andai saja bumi pertiwi dipimpin orang-orang macam ini. Tapi memang, kadang seseorang bisa berangan-angan jauh saat ia belum berhadapan langsung dengan apa yang diangankannya. Tapi ketika waktu untukberhadapan langsung itu tiba, saat bertindak sudah ada, mendadak ia mengkeret melihat raksasa kebatilan yang terlanjur besar dan buas tak berhati. Mendadak jadi malas bertindak karena kadung enak dengan fasilitas yang sebenarnya ia jadikan media untuk bertindak.
Sardun merogoh saku celananya, mengambil bungkus rokok dan menyulutnya sebatang.
Lah lah Dun. Wongkita ini dari tadi bicara soal polusi, kok malah kamu ikut-ikutan nambahipolusi dengan rokokmu itu.” Upil, satu-satunya yang tidak merokok dari mereka bertindak sebagai penegas. Yang lain cuma diam. Ningrat urung mengeluarkan rokok yang sudah digenggamnya.
“Hahaha, bayangkan saja. Rokokku ini bukan apa-apa kalau dibanding dengan transportasi umum yang nggak dirumat pemerintah, yang kebulnya nggak karuan itu. Atau nggak bakal seimbang kalau dibanding dengan mobil-mobil yang kata Ningrat mbeludak tadi.”
Dalam hati Song mbelaniSardun.
“Ya tapi paling tidak...”
Wes wes wes, ayo jalan!” Sardun memotong sambil berjalan mendahului ke pinggiran jalan.
Baru saja Sardun menginjakkan kakinya ke pinggiran jalan mendahului teman-temannya, sebuah angkutan kota yang sudah bobrok dan ngebul  mengeluarkan asap hitam ngebut berebut penumpang dan hampir menyerempetnya. Angkot itu meninggalkan asap hitam yang tebal akibat solar oplosan tepat dimana Sardun berdiri.
“Oo... Asyu!” Sardun kembali mencak-mencak.

Penduduk surga juga remaja





Bicara tentang keremajaan berarti bicara tentang hal yang bisa dibilang cukup rumit. Kaum tua, misalnya. Banyak yang mengungkapkan bagaimana lagi harus memahami dan menyikapi keremajaan. Padahal bukankah mereka pernah remaja? Atau jangan-jangan mereka langsung tua. Lahir dalam keadaan berjanggut dan langsung berotak dewasa. Lah lah, kok ya ngawurnya kelewat. Bahkan sebagian kaum remaja pun ada yang mengungkapkan tak cukup paham dengan fase yang sedang dialaminya. Hingga ada ungkapan ‘Masa yang paling indah adalah masa remaja, masa yang paling menyaedihkan adalah masa remaja, masa yang paling ingin dikenang adalah masa remaja, masa yang paling ingin dilupakan adalah masa remaja.’ Kalimat semacam ini mungkin bisa diurai dengan mudah lewat sintaksis. Tapi sungguh menjadi hal yang rumit untuk  dinalar. Tentu, bagaimana mungkin dua hal yang bertolak dapat bersatu? Entahlah, aku sendiri adalah seorang remaja yang tak cukup paham dengan fase remaja yang sedang aku alami. Untuk membuang kebingunganku ini ahirnya aku putuskan untuk sesekali iseng  membaca tentang dunia keremajaan menurut sudut pandang psikologi. Pendidikan yang aku bilang pendidikan sok tahu. Well, ada yang merasa keberatan? Psikolog-psikolog? Kalian tentu paham, remaja memang suka berpendapat semaunya. Termasuk aku. Tapi aku serius kalau aku bilang psikologi sok tahu. Ya, tapi ke-soktahu-an itu yang justru membuatku tertarik untuk mengerti bagaimana sih keremajaan menurut psikologi.
Para pakar psikolog, berbeda pendapat tentang kapan itu masa remaja. Ada yang berpendapat remaja itu jatuh pada masa 12-18 tahun. Ini menurut pendapat Hurlock (1981). Sedang yang lain berpendapat 12-21 tahun, yaitu Monks, dkk(2000). Berbeda lagi menurut Stanley Hell, ia berpendapat bahwa masa remaja jatuh pada usia 12-23 tahun(2003). Wah wah, benar kan aku bilang. Ke-soktahu-an para pakar tak kalah hebatnya dengan keributan berebut penetapan satu syawal. Tapi kalau kita lihat, perbedaan para pakar tentang kapan masa remaja hanyalah terdapat pada ahir dari masa remaja. Sedangkan  awal dari masa remaja semua berpendapat sama. Ya, mungkin yang terjadi adalah berbedanya objek penelitian mereka di masa yang tak juga sama. Stanley Hell mengemukakan statemen pada awal abad 20 bahwasanya masa remaja adalah masa yang penuh dengan masalah. Aku jadi berprasangka buruk kepada remaja-remaja awal abad 20-an. Karena nyatanya statemen macam ini memang muncul kali pertama pada awal abad 20. Kalau saja remaja memang masa-masa yang penuh dengan masalah, kenapa statemen macam ini tak muncul sejak dulu? Jangan-jangan kaum tua yang sering berbusa-busa mulutnya berbicara tentang kenakalan remaja adalah para pencetus permasalahan pada fase remaja di awal abad 20-an dulu.
Masalah usia biar jadi perdebatan para psikolog. Tak penting! Yang jelas, masa remaja adalah masa dimana terjadi proses pencarian jati diri. Dan dalam pada ini, proses pencarian jati diri, acapkali remaja bertentangan dengan kaum tua karena perbedaan pendapat tentang metode dan keinginan dalam membentuk jati diri yang utuh. Masa remaja adalah masa yang segalanya ingin diketahui bagaimana rasanya. Remaja sendiri tidak memiliki tempat yang khusus. Karena remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Untuk disebut anak-anak remaja sudah beranjak meninggalkanya, untuk pula disebut  dewasa remaja masih berusaha untuk menapakkan kaki dengan benar. Sehingga pada diri remaja sendiri sering terjadi pergulatan dua sisi, pertentangan dua kutub. Ringkasnya, pada masa remaja, permasalahan yang muncul kemungkinan bisa dikerucutkan macam seperti ini:
1.      Terjadinya kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan gerak akibat kejiwaan yang tak stabil
2.      Terjadinya ketidakstabilan emosi akibat kurangnya kemampuan pengendalian emosi
3.      Adanya perasaan kosong akibat terjadinya perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4.      Adanya sikap menentang kaum tua akibat perbedaan sudut pandang
5.      Terjadi pertentangan dalam diri remaja akibat banyaknya stimulus yang merangsangnya
6.      Terjadi kegelisahan pada diri remaja untuk memenuhi segala apa yang diinginkannya
7.      Senang mencoba hal-hal baru
8.      Memiliki banyak mimpi, fantasi, hayalan, angan, cita-cita dan lain sebagainya
9.      Senang mengembangkan hal-hal yang menurut diri remaja adalah hal yang mengasyikkan
10.  Cenderung membentuk komunitas yang eksklusif
Sedikit tak nyambung bila aku tiba-tiba teringat ayat al-qur’an. Kalau tidak salah begini artinya:
“Allah, dialah yang menciptakan  kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan kamu setelah lemah itu kuat, kemudian Dia menjadikan kamu setelah kuat itu lemah (kembali) dan berubah. Dia menciptakan apa yang di kehendakiNya. Dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa (QS. Ar-rum:54)
Dan aku rasa-rasa aku merasa kuat dimasa remajaku ini. Mungkin masa ketika Tuhan menjadikan kita kuat itu adalah masa remaja. Dan masa lemah kembali adalah masa tua. Ya, aku lihat embahku sudah tak sebugar dulu. Beliau juga sering mengungkapkan bahwasanya masa remaja adalah masa kuat-kuatnya beliau.
Dengan ayat ini pula aku jadi yakin bahwa masalah keremajaan tidak muncul di awal abad 20-an. Karena masalah keremajaan sudah disebutkan jauh-jauh hari dalam qur’an dan mungkin juga pada kitab-kitab lain nabi sebelum Muhammad. Jadi, maafkan aku kaum tua yang sempat berburuk sangka pada kalian.
            Kalau begitu, biarkan aku ambil kesimpulan. Berarti masa remaja adalah masa yang istimewa. Ya, benar. Karena hanya pada masa remajalah seorang manusia mampu melakukan segala  apa yang diinginkannya dengan apa yang ia miliki. Yakni, kekuatan dan kemauan. Kekuatan dan kemauan adalah pokok motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. O, pantas saja jika sering aku dengar syair ‘andaikan masa muda datang lagi kepadaku, akan aku serahkan apa yang aku miliki barang untuk menukarnya dengan satu hari masa mudaku’. Dan jika ini dihubungkan dengan ayat Allah tentang waktu, yang banyak Ia bersumpah dengan waktu dalam qur’an, kita tidaklah boleh menyia-nyiakan masa dimana kita masih kuat. Dapat diambil kesimpulan lagi, masa muda adalah penentu bagaimana kelak kita di hari tua. Kalau begitu jadikan masa muda atau remaja ini aji mumpung untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Apa mau jika di masa tua kita bersedih karena tak ada satu hal pun yang kita persembahkan untuk hidup kita sendiri?
Bagi kalian yang sudah mau membaca dari atas sampai pada huruf-huruf ini, aku tiba-tiba ingin berpetuah kepada kalian.
“Lakukanlah hal-hal positif tanpa kita menyiksa diri sebagai remaja. Jika kita menyukai berkomunitas ikutlah organisasi-organisasi untuk melatih sosial kita. Bentuk perkumpulan-perkumpulan yang menyenangkan tanpa perlu membuat masyarakat resah. Tetapi seharusnya justru dianggap sebagai bagian dari masyarakat sendiri. Komunitas membaca, menulis, sosial atau masih banyak lagi contoh komunitas diluar sana yang beraksi dalam hal positif. Atau suka mengembangkan hal-hal yang menurut kita asyik. Kembangkan bakat yang kita miliki dengan senang hati tanpa paksaan. Lakukan apa yang kita inginkan, kembangkan apa yang kita bisa. So, jalani hidup ini berdasar pilihan kita sendiri untuk menentukan masa tua kita kelak dimana kita bukan lagi remaja yang punya banyak kesempatan dan kekuatan lebih. Sebagai remaja kita juga selalu memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru. Pupuk terus rasa itu ke arah yang positif. Atau paling tidak kita punya banyak mimpi tentang hari esok. Bagaimana kedepan dan selanjutnya sudah kita angan-angankan sejak dini. Itu semua, yang aku sebut barusan, masalah remaja bukan? Bisa kok kita arahkan ke yang positif.”

O, iya. Penduduk surga juga muda-muda lo, mereka juga remaja. Istimewa!

Syahdan Asmara
Remaja yang kacau

Memaknai keberanian Muhammad


       Setiap kali aku membaca ayat al-quran yang menjelaskan tentang peperangan di jaman dahulu , ketika Muhammad diawal-awal perjuangannya menegakkan agama islam, aku sering merasa bergidik, ngeri, takut, dan dihampiri perasaan-perasaan mencemaskan lainnya. Aku membayangkan, andai saja aku berada pada keadaan dimana sebagai salah seorang masyarakat makah kala itu. Dapat dipastikan, dua kemungkinan yang akan jatuh pada keputusanku. Yakni, percaya dengan apa yang diajarkan Muhammad atau mengingkarinya. Nah, jika pada kemungkinan yang awal, aku beriman dengan agama yang dibawa Muhammad yang kala itu mendapat pertentangan yang tak selevel dengan pertentangan-pertentangan masyarakat kini terhadap ajaran-ajaran sesat. Tentulah peperangan adalah jalan satu-satunya untuk mempertahankan apa  yang aku dan pengikut Muhammad yang lain yakini. Oleh karena kala itu perlawanan yang dihadapkan masyarakat quraisy adalah peperangan setelah ajakan baik-baik yang disuarakan Muhammad. Sampai pada titik inilah aku merasa bergidik, ngeri, takut dan perasaan-perasaan mencemaskan lain datang. Apa iya aku akan seberani Muhammad dan para panglimanya ketika perang badar? Berdiri di barisan depan bersama Muhammad dengan pedang terhunus tanpa gentar sedikitpun melihat jumlah musuh yang berkali-kali lipatnya. Oh, tak perlulah aku membayangkan semuluk itu. Mungkin, ketika wahyu Allah yang berisikan perintah untuk berperang disampaikan jibril, aku sudah berpikir membentuk seribu cara untuk mendapat sejuta alasan yang akan aku hadapkan kepada Muhammad.  Atau, aku akan mengeluh kenapa harus diperintahkan untuk berperang. Dan dalam hal ini aku cukup merasa tersindir ketika aku tak sengaja membaca firmanNya yang satu ini, “Mereka berkata: ya Tuhan kami, duh kenapa engkau wajibkan berperang kepada kami? Kenapa tidak engkau tangguhkan peperangan ini barang beberapa waktu.” QS. An-nisa:77.
Untuk yang satu ini aku benar-benar merasa akulah yang disindir Tuhan. Sebenarnya setiap kali ayat semacam ini terbaca olehku aku cukup merasa bergidik dan ngeri.  Ngeri karena membayangkan diriku yang akan jadi pengecut ketika ayat semacam ini turun. Apalah arti keberanian yang diagung-agungkan para pemuda saat ini jika dibandingkan dengan keberanian sejati pasukan perang islam kala itu. Keberanian mereka benar-benar berdasar. Berdasar pada pembelaan mereka dengan sungguh-sungguh terhadap apa yang mereka yakini kebenarannya. Bandingkan dengan pemuda-pemuda jaman sekarang. Keberanian yang sering diagung-agungkan sekarang seoertinya tak lebih adalah kesembronoan dan kegegabahan yang tak berdasar. Apa kesembronoan dan kegegabahan bisa disamakan dengan keberanian? Tentu tidak. Keberanian adalah ketika kesungguhan membela apa yang diyakini benar mampu melahirkan sikap siap melakukan apapun untuk melindungi apa yang diyakini benar tadi. Lantas apa coba alasan yang prinsipil sehingga antar geng atau antar kampung sangat mudah terlibat tawuran? Apakah hanya karena gadis kampung A digodai pemuda kampung B bisa dibilang hal yang sangat prinsipil sehingga pertempuran antar kampung harus terjadi? Jadi, aku merasa ngeri dan bergidik karena tak sanggup membayangkan bagaimana diriku menjadi seorang pengecut.  Jikapun aku berani membela islam dengan cara berperang aku tak yakin apakah keberanianku murni tanpa dibarengi nafsu dan emosi.  Karena bukankah keberanian yang murni dan yang sejati itu tanpa dibarengi emosi dan niatan lain kecuali membela atas apa yang diyakini benar? Bukankah begitu?
        Nabi dan pasukan perangnya memerangi kekafiran, bukan memerangi si kafirnya. Inilah kenapa Ali r.a tidak jadi menebaskan pedangnya ke leher musuh yang meludahinya. Alasannya karena tak ingin kemurnian niatnya membela islam terbarengi dengan emosi.
     Nah, sampai sekarang aku masih pengin terus memaknai keberanian Muhammad dan sahabat-sahabatnya dalam berperang. Bahkan juga keberanian para kafir. Dalam hal keseriusan membela apa yang mereka yakini benarnya.