sebelumnya ..
Begitulah pula,
cara mereka melepas kerinduan, ngobrol-ngobrol, seputar apa yang terjadi di kampung
mereka, di pondok mereka masing-masing, dan terkadang tentang masa depan yang
mereka impikan, hidup bahagia dalam ikatan halal nan suci tanpa pertemuan yang
sembunyi-sembunyi, tanpa ada rasa takut akan ada orang yang menentang bahkan
melarang hubungan meraka.
***
***
“Dari mana aja, Neng? Dari tadi siang kok nggak
kelihatan?” Tanya Firman, salah seorang santri yang masih baru yang ikut ngabdi
di ndalem Ayahnya.
“Jalan-jalan.”
“Jalan-jalan kok lama banget?”
“Emang nggak boleh?”
Azkya lantas berlalu memasuki rumahnya.
***
Selang seminggu, Ahyar dan Azkya berjanji bertemu lagi di tempat
biasa.
“Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumussalam.” Sahut Ahyar yang sedari tadi menunggu.
“Tumben lama, Dek?”
“Iya nih, tadi bantu-bantu dulu di rumah.”
Sementara, di pondok Kyai Dahlan nampak Firman sedang berbicara
serius dengan Kyai Dahlan.
“Benar Pak Kyai, saya yakin Neng Azkya sedang menemui Ahyar
sekarang. Saya sudah pernah memergoki mereka satu kali.”
“Apa benar yang kamu katakan itu, Firman?”
“Benar, Pak Kyai, saya yakin sekali. Mereka biasa bertemu di bawah
lereng bukit barat pondok Kyai Ma’shum sana.”
“Kalau benar apa yang kamu katakan, sekarang kamu susul Azkya dan
bawa dia pulang! Biar nanti aku yang mengurusnya.”
“Kalau nanti Ahyar melawan dan Neng Azkya enggan saya bawa pulang,
bagaimana Pak Kyai?”
“Lakukan tindakan, jika dirasa perlu!”
“Baik, Pak Kyai.” Firman nampak senang. Inilah perintah Pak Kyai
yang ditunggu-tunggu olehnya.
Segera saja Firman memanggil santri-santri yang lain yang sedang
duduk-duduk untuk diajaknya mendatangi Ahyar.
”Hey, aku diperintah Pak Kyai untuk menjemput Neng Azkya yang
sedang diajak berduaan sama Ahyar, putra Kyai NU itu.”
“Masa iya, Neng Azkya berani-beraninya berduaan dengan laki-laki
yang bukan mahromnya?”
“Iya, benar, ini pasti gara-gara neng Azkya sudah dipengaruhi oleh
Ahyar!” Hasut Firman.
“Baiklah, kalau benar begitu, ayo langsung saja kita datangi
mereka. Kalau perlu, kita hajar saja Ahyar itu, aku juga muak dengan orang itu!”
“Jangan! Nanti kita dimarahi lagi sama Pak Kyai.” Sahut yang lain.
“Tenang saja, kita juga diberi izin untuk menghajar Ahyar kalau
memang nanti dia melawan!” Firman terus menghasut.
“Bagus kalau begitu. Aku sudah tidak sabar. Aku benar-benar ingin
menghajar anak itu!”
“Ayo berangkat!”
“Ayo!” Sahut yang lain. Ada dua orang yang mau ikut dengan Firman,
yang lain hanya diam.
Lihatlah jiwa itu, jiwa yang sudah dipenuhi api kebencian, yang
melahirkan dendam dan kedengkian. Membuatnya melakukan apa saja asal dendam itu
terbalas. Juga jiwa-jiwa yang lemah itu, begitu mudahnya api-api kebencian
mereka menyala oleh karena hasutan yang di atas namakan perintah. Kebencian
yang juga tak tahu atas dasar apa mereka membenci. Karena perbedaankah? Sedangkan
mereka sendiri tak tahu kalau perbedaan itu rahmat selagi tak pada perbedaan
masalah qhot’i dan didasari oleh dalil-dalil yang terpercaya.
Mereka berangkat dengan tangan terkepal dan kepala dipenuhi asap
dari api kebencian yang menyala pada jiwa mereka. Sedangkan Ahyar dan Azkya
sudah memulai perbincangan serius mereka.
“Mungkin sebentar lagi aku akan bilang ke orang tuaku tentang
hubungan kita, Dek, semoga saja mereka menyetujui.”
“Mas yakin? Apa tidak terlalu cepat, Mas?”
“Terlalu cepat? Sudah dua tahun kita menyembunyikan hubungan ini.
Sudah terlalu lama pula aku cemas, Dek, karena kita selalu menyembunyikan
hubungan ini. Aku takut kalau lama-lama akan timbul fitnah.”
“Bahkan bukan fitnah lagi Ahyar, sudah barang tentu kau sudah
bertindak kurang ajar kepada Neng Azkya.” Firman menyela. Sontak, Ahyar dan
Azkya terkejut, lalu kembali tenang dan biasa.
“Jaga mulutmu! Aku tidak pernah macam-macam dengan putri Kyai
kalian ini. Aku masih bisa menjaga diri!”
“Alah, munafik kau!”
“Hey, jaga mulutmu, Firman! Apa kau belum mengenalku? Aku tak
menyangka seorang santri yang setiap harinya bersama Kyainya, bisa-bisanya
melempar fitnah keji seperti itu.”
“Sudahlah Neng, aku malas berdebat. Aku ke sini disuruh untuk
menjemputmu!” Jawab Firman sembari menyeret tangan Azkya. Terang saja Ahyar tak
terima melihat gadisnya di sentuh orang lain. Dan langsung saja ia menepis
tangan Firman dari tangan Azkya.
“Aku katakan padamu, walau aku berduaan dengan Azkya di tempat ini,
aku sama sekali tak pernah menyentuhnya. Kau malah dengan seenaknya
menyentuhnya!”
“Heh, itu karena kau orang NU, orang-orangmu tak boleh menyentuh
gadis Muhamadiyah!” Kata Firman sembari menuding wajah Ahyar. Ahyar langsung
menepisnya.
“Atas dasar apa kau dengan mudahnya menetapkan hukum seperti itu?”
“Haaah, sudahlah! Kawan, pegangi dia agar tak menghalangiku!”
Perintah Firman pada teman-temannya. Serentak mereka langsung memegangi tangan
Ahyar. Ahyar mencoba berontak dengan mengibas-ngibaskan tanganya. Dan tak
sengaja karena kerasnya Ahyar mengibaskan tangan, tangannya mengenai wajah
salah seorang di antara mereka.
“Brengsek! Dia memukulku.”
“Hajar saja dia!”
“Ayo!”
Dua pemuda itu langsung saja memukuli Ahyar sekenanya. Di perut, di
wajah, bahkan kaki mereka juga ikut menendangnya. Ahyar tak kuasa melawan
mereka. Setelah babak belur dan pingsan, ia ditinggal begitu saja.
0 komentar:
Posting Komentar